:: Home > News > General Info
Sejumlah Jerat untuk Plagiator
Kontributor: Sugeng Sumaryadi/Eriez M Rizal/S-8 (19.07.2004 13:17)
PRAKTIK plagiat dan pembuatan skripsi oleh orang lain menjadi perhatian tersendiri bagi Universitas Islam Bandung (Unisba) selama beberapa tahun terakhir. Upaya menangkal pun sudah dilakukan, yakni dengan mempersiapkan data yang disusun secara elektronik, alias menggunakan perangkat teknologi komputer dengan program-programnya.
"Saat ini, program komputerisasi memang sedang berjalan. Data seputar skripsi, judul, maupun bab per babnya, termasuk metode dan teori yang digunakan, mulai diinventarisasi," tutur Pembantu Rektor I Bidang Akademik Unisba Suparno Satira
Efektivitas perangkat ini memang belum teruji karena belum seluruh perangkat dan data selesai untuk dioperasionalkan. Namun, harapan besar sebagai sebuah filter tengah digadang oleh Unisba, sebagai upaya pencegahan, sekaligus meningkatkan mutu perguruan tinggi ini.
Komputerisasi juga dilihat sebagai upaya yang baik oleh Koordinator Humas Universitas Padjadjaran (Unpad), Hadi Suprapto Arifin. Apalagi, jika program-program komputer tentang skripsi itu bisa tersambung lewat interkoneksi antarperguruan tinggi.
"Selama ini tidak ada perangkat yang membuat satu universitas bisa melakukan komunikasi dengan universitas lain dalam hal karya-karya ilmiah. Karenanya, bisa saja para dosen pembimbing kecolongan oleh praktik plagiat yang dilakukan dengan mengambil hasil karya ilmiah dari universitas lain," tandasnya.
Di Unpad, lanjutnya, mekanisme secara teknis untuk mencegah praktik plagiat memang belum ada. Karena itu, mahasiswa dan calon sarjana diminta untuk menegakkan kejujuran akademik dengan tidak melakukan cara-cara seperti itu dalam karya ilmiah maupun skripsinya.
Sekalipun tidak dalam bentuk resmi prosedur, di Unpad setiap calon sarjana yang akan mengerjakan skripsi diminta membuat pernyataan yang menyatakan bahwa tugas akhirnya itu akan dibuat secara mandiri, tidak dibuat oleh orang lain dan tidak melakukan plagiat.
Namun, mengharapkan sebuah kejujuran akademik tidaklah mudah. Karenanya, Unpad juga meminta kepada setiap penyelenggara program studi agar benar-benar ketat dalam prosedur pembuatan skripsi. Di antaranya, intensif pada proses bimbingan. Mahasiswa yang melakukan bimbingan pada dosen harus diawasi, bahkan harus diuji saat itu juga.
Seperti halnya pada perguruan tinggi lain, mahasiswa yang hendak mengerjakan skripsi harus memaparkan masalah yang akan diangkatnya dalam bentuk seminar di dalam kelas. Setelah itu, di depan tim dosen, dia juga harus menyampaikan usulan masalah yang hendak dituangkan.
Saringan akhir bagi calon sarjana adalah sidang akhir. Dalam tahap ini dosen-dosen penguji akan menjadi filter bagi upaya plagiat yang mungkin dilakukan. "Bisa saja, pada tahap-tahap yang lain mahasiswa lolos, tetapi ketahuan saat sidang akhir. Dosen yang sudah banyak menguji skripsi, bisa ingat bahwa karya ilmiah mahasiswa itu ternyata pernah diangkat oleh mahasiswa lain di masa lalu," tandas Hadi.
Upaya lain juga ditempuh Ilmi Hatta, dosen Fakultas Psikologi Unisba. Dia memberlakukan peraturan ketat bagi calon sarjana yang melakukan bimbingan kepadanya. "Saya tak ingin mahasiswa hanya membawa bab per bab dari skripsinya. Dia harus membawa seluruh buku yang menjadi kutipannya, lengkap dengan teori-teori yang digunakannya."
Walhasil, dengan upaya ini selama sembilan tahun melakukan bimbingan, tidak satu pun mahasiswa menghasilkan skripsi dari hasil plagiat. Kerja ekstra yang harus dilakukan mahasiswa juga tidak memungkinkan dia untuk meminta bantuan orang lain untuk membuatkan skripsi.
"Kalau ternyata skripsi itu bukan hasil karyanya, gampang saja mengetahuinya. Bisanya mereka terlihat sangat gugup, karena memang tidak menguasai dan tidak bisa menjawab rentetan pertanyaan dosen pembimbing," tandas Ilmi.
Sekalipun cukup ketat, Hadi mengakui, masih ada saja celah bagi calon sarjana untuk bisa lolos dengan bekal skripsi hasil plagiat atau dibuatkan orang lain. Namun, untuk itu dia haruslah mahasiswa yang pandai, dan juga sangat menguasai masalah.
"Mereka itu, umumnya adalah mahasiswa yang sebenarnya mampu mengerjakan, tapi tidak punya waktu atau malas. Jadi, akhirnya kita memang sangat berharap agar mahasiswa memegang etika moral, yakni kejujuran akademik," jelasnya.
Di Unpad, lanjutnya, praktik plagiat memang pernah ditemukan. Sanksi yang diberikan cukup tegas, yakni sang mahasiswa dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang kembali proses pembuatan skripsinya.
Sanksi keras juga diterapkan di Unisba. Selain dinyatakan tidak lulus, kasus plagiat diangkat dan dibawa dalam rapat senat universitas. Hasilnya, bisa saja sang mahasiswa dikeluarkan jika praktik yang dilakukannya itu dinilai merupakan pelanggaran berat.
Praktik plagiat memang tidak dikenal dalam KUHP. Tapi, seorang plagiator masih bisa dijerat dengan UU No 19/2002 tentang Hak Cipta, atau UU Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU Sisdiknas disebutkan, sarjana yang terbukti melakukan plagiat, gelar akademiknya dicabut, dan pelaku dapat dikenai hukuman dua tahun kurungan.
Sayangnya, plagiat dikategorikan sebagai delik aduan. Artinya, kasus plagiat tidak bisa disidik dan diproses oleh penegak hukum, tanpa laporan korban, seperti halnya kasus-kasus kriminal lain. (Sugeng Sumaryadi/Eriez M Rizal/S-8)
sumber : media.co.id
No comments:
Post a Comment