http://www.haki.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1081821047
revisi terakhir : 13 April 2004
Penyadaran HAKI Harus Mulai dari TK
Redaksi
Penjiplakan karya ilmiah pada disertasi program sarjana hingga profesor sudah beberapa kali ini terjadi. Yang paling akhir di penghujung tahun 1999 adalah pembajakan karya ilmiah yang dituduhkan oleh peneliti LIPI Moch Nurhasim kepada kolumnis Ipong S Azhar. Kasus plagiat ini menunjukkan sikap masyarakat yang kurang menghargai karya orang lain. Upaya penyadaran tentang pentingnya HAKI dijunjung tinggi, harus dimulai sejak TK. Meredam munculnya kasus serupa, harus diwajibkan mendaftarkan hak cipta karya ilmiah para mahasiswa atau peneliti kepada pihak institusi atau badan hukum yang terkait.
Demikian penjelasan Didiek Hadjar Goenadi PhD, Ahli Peneliti Utama di Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor yang juga Ketua Umum Masyarakat Penemu Indonesia, kepada Kompas pekan lalu di Jakarta.
Dikemukakannya, kejadian serupa ini jika terus berlanjut sampai periode menjelang milenium III-saat persetujuan Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs) dilaksanakan-maka status Indonesia sebagai a nation with a Priority Watch List menjadi nyata dan semakin jelas di mata dunia, terutama Amerika Serikat. "Kalau sudah begini, harga diri ilmuwan Indonesia tercabik-cabik dan masuk ke dalam kelompok mediocre scientists," ulasnya.
Kasus penjiplakan karya ilmiah atau plagiat semacam ini merupakan akibat dari perilaku masyarakat Indonesia yang kurang atau bahkan tidak menghargai hasil karya orang lain. Masalah ini tidak dapat diatasi dalam sekejap, tetapi memerlukan langkah yang sistematis dan terencana sejak dini. Target pendidikan tentang masalah hak atas kekayaan intelektual (HAKI) adalah mereka yang saat ini duduk di TK hingga SMP. Untuk yang sudah dewasa atau SMU ke atas diperlukan upaya ekstra keras karena pada dasarnya perilaku mereka telah terbentuk.
Faktor kedua yang memicu timbulnya penjiplakan karya adalah lemahnya budaya menulis dan menggunakan dokumen tertulis sebagai acuan. Di dunia internasional, semua kesepakatan harus dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani, jika perlu ditambah dengan dukungan legal.
Hak cipta penulis
Pada kasus Ipong, perlu dipertanyakan apakah Nurhasim dari LIPI telah mendaftarkan ciptaannya yang tertulis dalam tesis S1-nya itu. Biasanya di negara maju pada saat mahasiswa menyerahkan tesis atau disertasi, maka pihak universitas yang diwakili oleh perpustakaan menyodorkan formulir penyerahan hak cipta dari penulis kepada universitas. Hal yang sama juga berlaku dalam penulisan di jurnal ilmiah internasional.
Di antara banyak formulir yang harus diisi dan ditandatangani oleh seorang pengirim naskah, satu formulir hak cipta harus diserahkan kepada penerbit. Tanpa itu penerbit tidak mau dan tidak berani menerbitkannya. "Di lingkungan litbang dan perguruan tinggi di Indonesia harl itu belum lazim digunakan," katanya.
Jika pada kasus Ipong tidak ada pendaftaran hak cipta maka Ipong hanya perlu meminta maaf tanpa harus membayar kompensasi material, karena karya Nurhasim tidak memiliki perlindungan hukum.
Seandainya pihak pengutip memiliki surat izin tertulis dari pencipta tentang penggunaan hasil penelitiannya untuk penulisan disertasi, maka persoalan yang timbul saat ini tidak perlu berlarut-larut. Apabila benar Nurhasim telah mengizinkan Ipong menggunakan datanya untuk keperluan disertasinya, maka Ipong wajib menyatakan ucapan terima kasih kepada Nurhasim di samping mencantumkan namanya dalam pustaka acuan atau catatan kaki.
Lebih dari itu kesimpulan yang dihasilkan oleh Ipong harus berbeda dengan yang dihasilkan Nurhasim, baik dari segi substansi maupun tutur bahasanya. Tanpa itu hasil penelitian Ipong hanya mengulang dan tidak menghasilkan satu fenomena baru, atau dalil baru, seperti yang dipersyaratkan bagi seorang lulusan program doktor.
Akan tetapi jika penggunaan data yang telah diizinkan secara tertulis itu diduga bernilai ekonomis atau dipublikasikan dalam bentuk buku, maka pencipta perlu mencantumkan hal tersebut dalam surat izinnya kepada pengutip, yang berbunyi,"... apabila di kemudian hari data yang digunakan dalam penyusunan disertasi ini menghasilkan satu nilai ekonomis komersial, maka hak kepemilikan data tersebut tetap berada pada saya". (yun)
Sumber : Kompas (3 Januari 2000)
No comments:
Post a Comment