Saturday, June 23, 2007

all about plagiarsm [11]

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=191575&kat_id=319&kat_id1=&kat_id2=

Minggu, 20 Maret 2005
SELISIK
Plagiator
Tak ada tempat bagi plagiarism!!



Pernyataan tegas itu disampaikan tokoh pers yang juga mantan ketua Dewan Pers, Atmakusumah Astraatmadja, terkait persoalan contek-mencontek dalam dunia jurnalisme. Anda atau siapapun harus rela meninggalkan profesi kewartawanannya bila terbukti melakukan plagiat.

Kejahatan plagiat sama besarnya dengan suap-menyuap, membongkar sumber anonim, dan menyampaikan berita bohong. Plagiat bukan sekadar sebuah kebohongan, tetapi juga masuk kategori perampokan kelas kakap. Betapa pedihnya hati ini jika karya tulis kita (cerpen, buku, novel, karya ilmiah) dicontek dan disebarkan dengan identitas lain.

Kepedihan itu juga yang tampaknya dialami Helvy Tiana Rosa belakangan ini. Dalam sebuah milis perbukuan yang saya ikuti, Helvy mengirim keluhannya tentang praktik plagiarism terhadap sejumlah karyanya. ''Apa yang ada di pikiran Anda saat mendengar kata plagiator? Menyedihkan atau memuakkan?'' Begitulah pertanyaan kesal penulis terkenal itu.

Kakak kandung Asma Nadia ini mengaku novelnya berjudul Akira terbitan As-Syaamil (2000) diplagiat seseorang bernama A Hidayat. Kata Helvy, semua jalan cerita dan kalimat-kalimat dalam novel itu persis dengan buku Fajar Menyingsing di Arkansas (Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2003). Bedanya hanya nama tokoh dan latarnya, tapi dialog-dialog yang ada sama! Yang menyebalkan, tutur Helvy, buku Fajar Menyingsing di Arkansas itu menjadi Juara I Lomba Nasional Penulisan Buku Cerita Keagamaan yang diadakan Depag tahun 2003.

Karya penulis ternama Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, pun kerap kali dijiplak tanpa menyebutkan identitas penulis aslinya. Begitu juga yang dialami sejumlah penulis cerpen di Tanah Air yang karya-karyanya tiba-tiba muncul dengan nama orang lain. Dua tahun lalu, dari sebuah situs sastra nasional, Y Thendra BP mengaku terperangah ketika membaca antologi Dian Sastro for President yang diterbitkan on/off Yogyakarta 2002. Kata Thendra, ada dua puisinya yang dimuat di sana tetapi bukan atas nama dia (hlm 56-57), yaitu Bulan Telah Mati di Jogja dan Sajak Anak Khatulistiwa.

Di Amerika dan Eropa, aktivitas jiplak-menjiplak juga tak terhindarkan. Bukan cuma menyangkut karya ilmiah, tetapi juga karya-karya sastra, buku, dan lainnya. Simak saja tuduhan terhadap novelis ternama Spanyol, Arturo Perez-Reverte, yang memplagiat karya rekan sejawatnya, Juan Madrid, terkait sebuah film Gypsy.

Saya sepakat dengan Atmakusumah: no place for plagiarism. Tindakan menjiplak bukan hanya menipu dan merampok diri sendiri, tetapi sama juga dengan menyebarkan kebohongan publik dan merampok orang lain. Sangat lumrah jika pelakunya dibawa ke pengadilan, dijebloskan ke penjaran, dan dikucilkan dari profesinya.

Hukuman sosial dari kalangan penerbit dan penulis pun pantas diberikan kepada para penjiplak. Dan kita tidak usah sungkan-sungkan untuk mengumumkan kepada publik bahwa si A, misalnya, telah menjiplak karya si B. Atau penerbit C telah menerbitkan buku-buku jiplakan dari penerbit lain.

Kesulitannya, memang, seringkali penjiplak itu tidak mencantumkan nama aslinya. Jika berkaitan dengan penerbit, mereka juga terkadang memakai nama penerbit yang tidak dikenal. Korban plagiat pun kesulitan memburu pelakunya. Dalam pengertian yang lebih spesifik, plagiat jelas tidak selalu identik dengan penjiplakan secara besar-besaran. Misalnya, sebuah cerpen secara utuh dijiplak. Ahli-ahli sosial menekankan bahwa plagiat juga mencakup kutipan-kutipan kecil, termasuk istilah-istilah khusus dan khas.

Abdul Aziz Hussin Amn, peneliti dan pengajar dari Universitas Sains Malaysia, memerinci bentuk-bentuk plagiat. Pertama, menyalin teks dengan sengaja tanpa menyatakan sumbernya. Lainnya, menggunakan ungkapan-ungkapan dan perkataan-perkataan tanpa menyatakan sumbernya serta menggunakan penulisan-penulisan orang lain. Plagiat juga bisa dilakukan kata per kata (verbatim plagiarism). Untuk jenis ini terbagi dua, yaitu penjiplakan mutlak dan penjiplakan yang menghilangkan beberapa kata asli atau memasukkan beberapa kata sendiri.

Ada juga patchwork plagiarism yang memindah-mindahkan kata-kata aslinya ke sana kemari. Dan yang tak kalah penting dan berbahayanya adalah plagiat gagasan atau ide. Bukan rahasia, kalau ada ilmuwan, politikus, dan pelaku perbukuan yang mengutarakan gagasan yang diakui miliknya, padahal bukan.

Apakah ada pengecualian bagi plagiarism? Karl May bilang tentu tidak! Begitu juga yang ditegaskan Dan Brown. Tapi, Jack Welch, penyandang nama legendaris dalam dunia bisnis dan manajemen internasional, berpandangan lain. Plagiat dalam arti yang positif, katanya, merupakan hal yang legal dalam membangun budaya pembelajaran. Tapi, tentunya tidak untuk karya-karya tulis.
(Elba Damhuri, Wartawan Republika )

No comments:

Post a Comment